Keunikan-Keunikan Bahasa Arab [Bag. 4]
>>Bahasa yang paling sesuai dengan logika manusia
misalnya kalimat,
[أنا مسرور بمقابلتك] “ana masruurun bimuqobalatik”
Artinya: “saya disenangkan [senang] bertemu denganmu”
maka bahasa Arab menggunakan “masruurun”, dalam bentuk maf’ul (objek penderita), bukan “saarrun” (fa’il/pelaku) karena ada sesuatu yang membuatnya senang yaitu bertemu, tidak mungkin ia senang jika tidak ada yang menbuatnya senang.
bandingkan dengan bahasa indonesia, “saya merasa senang”
dan bandingkan pula dengan kalimat,
[أنا قادم] “ana qoodimun” (saya datang) menggunakan bentuk fa’il (pelaku) karena memang ia melakukannya.
(Faidah ini saya dapat dari guru kami ustadz Aris Munandar, SS. MA. Hafidzohullohu)
>>Tulisan bahasa arab aslinya tidak ada titik dan harakatnya
Jika tulisan bahasa arab tidak ada
harakatnya maka ini biasa karena sering kita jumpai dengan apa yang
disebut oleh orang kitab gundul. Orang yang sudah belajar kaidah bahasa
Arab bisa membacanya. Akan tetapi bagaimana jika tidak ada titiknya?
Tentu kita akan agak kesusahan, karena bagaimana membedakan huruf [ب]
“ba”, [ت] “ta”, [ث] “tsa” dan [ن] “nun”? atau huruf [ج] “Ja”, [ح] “ha”
dan [خ] “kha”?
Berikut kutipan dari mukaddimah
Al-Quran terjemah maknawi Mushaf Indonesia oleh Yayasan Penyelenggara
penterjemah/Pentafsir Al-Quran yang ditunjuk oleh Menteri Agama dengan
selaku ketua Prof.R.H.A Soenarjo S.H,
“Sebagaimana diterangkan di atas, Alquran mula-mula ditulis tanpa titik dan baris.
Namun demikian hal ini tidak mempengaruhi pembacaan Alquran , karena
para sahabat dan para tabiin adalah orang-orang yang fasih dalam bahasa
Arab. Oleh sebab itu mereka dapat membacanya dengan baik dan tepat. Akan
tetapi setelah ajaran agama Islam tersiar dan banyak bangsa yang bukan
bangsa Arab memeluk agama Islam, sulitlah bagi mereka membaca Alquran
tanpa titik dan baris itu.
Apabila keadaan demikian dibiarkan, dikhawatirkan bahwa hal ini akan menimbulkan kesalahan-kesalahan dalam pembacaan Alquran.
Maka Abu Aswad Ad-Duwali mengambil
inisiatif untuk memberi tanda-tanda dalam Alquran dengan tinta yang
berlainan warnanya dengan tulisan Alquran. Tanda-tanda itu adalah titik
diatas untuk fathah, titik di bawah untuk kasrah, titik di sebelah kiri
atas untuk dhammah, dan dua titik untuk tanwin, hal ini terjadi pada
masa Muawiyah.
Kemudian di masa khalifah Abdul Malik
bin Marwan (685-705 M), Nashir bin Ashim dan Yahya bin Ya’mar
menambahkan tanda-tanda untuk huruf-huruf yang bertitik dengan tinta
yang sama dengan tulisan Alquran. Itu adalah untuk membedakan antara
maksud dari titik Abul Aswad ad Duali dengan titik yang baru ini. Titik
Abul Aswad adalah untuk tanda baca dan titik Nashir bin Ashim adalah
titik huruf. Cara penulisan seperti ini tetap berlaku pada masa bani
Umayyah, dan pada permulaan Abbasiyah, bahkan tetap dipakai pula di
Spanyol sampai pertengahan abad ke 4 H. Kemudian ternyata cara pemberian
tanda seperti ini menimbulkan kesulitan bagi para pembaca Alquran,
karena terlalu banyak titik, sedang titik itu lama-kelamaan hampir
menjadi serupa warnanya.
Maka Al-Khalil mengambil inisiatif,
untuk membuat tanda-tanda yang baru, yaitu huruf waw kecil ( و) di atas
untuk tanda dhammah, huruf alif kecil (ا ) untuk tanda fathah, huruf ya
kecil (ى) untuk tanda kasrah, kepala huruf syin ( ّ ) untuk tanda
syaddah, kepala ha ( ه ) untuk sukun dan kepala ‘ain (ع) untuk hamzah.
Kemudian tanda-tanda ini dipermudah,
dipotong dan ditambah sehingga menjadi bentuk yang ada sekarang ini.”
[mukaddimah Al-Quran Terjemah maknawi hal. 111]
Bagi para sahabat dan para tabi’in
adalah orang-orang yang fasih dalam bahasa Arab mereka tentu tidak
kesulitan jika tidak ada titik dan harakat, sebagaimana kita orang
Indonesia bisa membaca SMS singkat tanpa konsonan vokal contohnya,
“sy k sn sbntr lg, km tlg tgu d sn y”
Tentu kita orang Indonesia bisa membacanya yaitu,
“saya ke sana sebentar lagi, kamu tolong tunggu di sana ya”
>>Bahasa arab ternyata punya mazhab juga
Sebagaimana fiqh, bahasa Arab juga ada dua mazhab yaitu mazhab Kufiyah dan Bashriyah, karena bahasa Arab berkembang di dua kota besar Kufah dan Bashroh. [lihat Qowa’idul asasiyah lillughotil arobiyah hal. 6]
Oleh karena itu kita dapati ada
perbedaan pendapat dalam menentukan i‘rab/kedudukan kata. Perbedaan ini
semakin menambah khazanah bahasa Arab dan membuatnya saling melengkapi.
Contohnya di Indonesia kita sering mendengar istilah [أسماء الخمسة] “asma’ul khamsah”, sedangkan dalam mazhab lain dikenal dengan istilah [أسماء الستة] “asma’us sittah”.
Begitu juga dengan perbedaan qiraatnya yang dikenal dengan “qiraat sab’ah” yaitu
tujuh qiraat yang mutawatir [banyak perawinya]. Dan totalnya ada 14
qiraat. Ini juga semakin menambah khazanah bahasa Arab.
>>Jika huruf [ج] “jim” dan [ن] “nun” bertemu
Sesuatu yang unik dalam bahasa Arab adalah jika kedua huruf ini bertemu maka artinya tidak jauh dari:
- tersembunyi
- terlindungi
- tertutupi
Kita lihat contoh,
-[جنين] “janin”: yaitu janin dalam kandungan, maka ia sesatu yang tertutup dan terlindungi
-[جن] “jin” : yaitu sejenis makhluk halus, maka ia tersembunyi dan tertutupi
-[جنة] “junnah”: tutup tabir/ perisai, maka ia untuk menutupi
-[جنة]”jannah” : surga/kebun, karena ia tertutupi dan terlindungi oleh pohon-pohon yang rindang
-[جنون] “junuun” : gila, karena akalnya tertutupi
-[جنن] “janan” : kubur, kuburan pasti tertutup
-[جنان] “janaan” : malam atau gelapnya malam, malam juga tertutupi dengan gelapnya
>>Ada beberapa kata yang bentuknya hampir sama, artinya juga hampir sama
Hanya berbeda satu huruf saja atau hurufnya sama hanya berubah posisi, artinya juga tidak terlalu beda jauh. Contohnya,
-[الحمد] “al-hamdu” dan [المدح] “al-madhu”
Keduanya sama hurufnya tapi berbeda letaknya, artinya sama yaitu memuji.
Akan tetapi ada perbedaan yaitu,
[الحمد] “al-hamdu”:
- Hanya diberikan kepada perbuatan baik seseorang atau pada sifat-sifat mulia
- Hanya diberikan kepada yang hidup dan berakal
- Pengucapan pujiannya mengandung mahabah
Sedangkan [المدح] “al-madhu”:
- Boleh diberikan kepada seseorang yang telah berbuat baik atau tidak atau seseorang yang jelek akhlaknya
- Umum, boleh diberikan kepada sesuatu yang mati dan tidak berakal
- Tidak mengandung mahabah
Oleh karena itu Allah menggunakan [الحمد] “al-hamdu” dalam [الحمد لله رب العالمين] “alhamdulillahi rabbil ‘alamin”.
Oleh karena itu [المداحينن] “al-mudaahiin” dalam bahasa Indonesia bisa diartikan penjilat, karena
mereka memuji seseorang tanpa memandang apakah orang itu telah berbuat
kebaikan atau tidak, atau memang pantas dipuji karena memiliki
sifat-sifat yang mulia atau tidak dan mereka memujinya tanpa ada rasa
mahabah.
[faidah ini saya dapatkan dari ustadz Zaid Susanto, Lc hafidzahullah, Mudir Ma’had Jamilurrahman Yogyakarta, ketika membahas kitab Tafsir juz ‘amma syaikh Al-Utsaimin]
Contoh lainnya,
-[نجح] “najaha” dan [نجا] “najaa”
Hanya Berbeda satu huruf yang hampir sama bunyinya
[نجح] “najaha”artinya: sukses, berhasil, lulus
[نجا] “najaa” artinya: selamat, lolos, lepas dari bahaya
Penutup
masih banyak lagi keunika-keunikan
bahasa Arab yang jika kita bahas agak menyusahkan dan membingungkan bagi
mereka yang belum menguasai dasar-dasar bahasa Arab. misalnya yang
dibahas dalam ilmu balaghah bahasa Arab seperti,
-mendahulukan maf’ul bih/ objek menunjukan pembatasan, seperti dalam, “iyyaka na’budu”
Maka pembatasan hanya kepada Allah saja kita menyembah.
-pengulangan isim nakirah berarti berbeda dengan sebelumnya dan pengulangan isim ma’rifah berarti sama dengan sebelumnya. Contohnya dalam pengulangan ayat,
“inna ma’al ‘usri yusro wa inna ma’al ‘usri yusro”.
“al-‘usri”/kesulitan adalah isim ma’rifah jadi sama dengan sebelumnya, sedangkan “yusro”/kemudahan adalah isim nakirah
yang artinya berbeda dengan sebelumnya [artinya ada kemudahan yang
lain]. Sehingga dikenal ungkapan, satu kesulitan dua kemudahan.
-penghapusan ma’ful bih/ objek menunjukan keumuman
Sehingga tidak boleh mengatakan “jazaakallahu” saja, karena ma’ful bih/ objek tidak ada, maka berlaku umum, bisa balasan yang baik atau balasan yang buruk. Jadi sebaiknya dilengkapi menjadi “jazaakallahu khoiron”
Dan masih banyak lagi, karena keterbatasan ilmu yang ada pada kami
Satu hal yang membuat kami dan kaum muslimin agak bersedih,
yaitu kebanyakan masyarakat mengira bahwa bahasa Arab merupakan bahasa
yang susah di pelajari, “kurang gaul” dan berbagai alasan lainnya yang
tidak seimbang terhadap bahasa Arab. Sekolah-sekolah dari SD sampai
perguruan tinggi di Indonesia selalu mengutamakan bahasa Inggris. Okelah
karena bahasa Inggris adalah bahasa internasional. Akan tetapi
bahasa Arab juga bahasa Internasional yang digunakan oleh banyak
masyarakat dunia. Karena Al-qur’an memakai bahasa Arab. Lebih banyak
dari bahasa Perancis, Jerman, jepang dan Mandarin. Akan tetapi sebagai
penunjang, mereka lebih memilih bahasa lain seperti Prancis, Jerman,
Jepang, Mandarin dan lainnya. Padahal bahasa Arab harus lebih diutamakan dan karena Indonesia mayoritas Muslim.
Terakhir, mari kita renungkan ayat berikut,
وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا أَعْجَمِيًّا لَقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ
“Dan jikalau Kami jadikan
al-Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka
mengatakan, “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?… [Fushshilat: 44]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menafsirkan,
وأنه لو جعله قرآنا أعجميًا، بلغة غير العرب، لاعترض، المكذبون وقالوا: {لَوْلا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ} أي: هلا بينت آياته
“Seandainya Allah menjadikan Al-Qur’an dengan bahasa selain bahasa Arab, maka sungguh akan tertolak/terhalangi dan didustakan, mereka [orang-orang tidak beriman] akan berkata “mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?”. [Taisir Karimir Rahmah hal 717, Daru Ibnu Hazm, Beirut, cetakan pertama, 1424 H]
Masihkah kita tidak semangat belajar bahasa Arab?
Alhamdulillahilladzi bi
ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa
‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
2 Dzulhijjah 1432 H, Bertepatan 29 oktober 2011
Penyusun: Raehanul Bahraen
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis.
Artikel http://muslimafiyah.com
Maraji’:
- Al-Quran dan terjemahan maknawi terbitan Depag Prof.R.H.A Soenarjo S.H, dan timnya
- Al-Jami’ Liahkamil Qur’an, Darul Kutub Al-Mishriyah, Koiro, cet.ke-2, 1384 H, Asy-Syamilah
- Tafsirul Qur’an Al-Adzim 4/366, Darul Thayyibah, cet.ke-2, 1420 H, Asy-Syamilah
- Mulakhkhas Qowa’idul Lughoh Al-Arabiyah hal. 65, Daruts Tsaqafah Al-Islamiyah, Beirut]
- Qowaaidul ‘Asasiyah Lillughotil Arabiyah hal 34, As-Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, cet.ke-3,1427 H
- Madarijus Saalikiin baina manaazili iyyaka na’budu wa iyya kanasta’in 3/29-32, , Darul Kutub Al-‘Arobiy, Beirut, cet. Ke-3, 1416 H, Asy-Syamilah
- At-Tibyan fi I’rabil Qur’an 2/742, Asy-Syamilah
- Ushuul fii tafsiir karya syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin bab Dhamir, Al-Idzhar fii maudi’il idhmar, dan Al-Iltifat
- Taisir Karimir Rahmah hal 717, Daru Ibnu Hazm, Beirut, cetakan pertama, 1424 H
- http://www.asiacalling.kbr68h.com/in/berita/cambodia/1076-a-5000-year-old-language-in-cambodia-on-extinction-list]
- http://anampunyablog.blogspot.com/
- http://www.cjdw.ne
- http://torasham.wordpress.com
artikel terkait:
1. Keunikan-Keunikan Bahasa Arab [Bag. 1]
1. Keunikan-Keunikan Bahasa Arab [Bag. 1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar