Ada Apa Dengan Hasad Dan Penuntut Ilmu?
Jika hasad dengan manusia sebagaimana semut dengan gula, sebagaimana hujan dan angin dan sebagaimana garam dan laut. Maka hasad dan penuntut ilmu agama sangat dekat lagi rapat.
Ia sebagaimana anak burung dengan induknya, sebagaimana ruh dengan
kematian dan sebagaimana sangkakala dengan malaikat peniupnya.
Mengapa demikian? Mari kita kaji lebih dalam
1. Hasad ada pada setiap hati manusia dan penuntut ilmu adalah manusia biasa
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
أن
” الحسد ” مرض من أمراض النفس وهو مرض غالب فلا يخلص منه إلا قليل من
الناس ولهذا يقال: ما خلا جسد من حسد لكن اللئيم يبديه والكريم يخفيه.
“Sesungguhnya hasad adalah di antara
penyakit hati. Inilah penyakit kebanyakan manusia. Tidak ada yang bisa
lepas darinya kecuali sedikit sekali. Oleh karena itu ada yang
mengatakan,
“Setiap jasad tidaklah bisa
lepas dari yang namanya hasad. Namun orang yang berpenyakit (hati) akan
menampakkannya. Sedangkan orang yang mulia akan menyembunyikannya.”
[Majmu’ Al Fatawa 10/124-125, Ibnu Taimiyah, Majma’ Al-Malik Fahd, Madinah, 1416 H, Asy-Syamilah, lihat juga Amroodul Qulub wa Syifaa’uha hal 21, mathbaah Salafiyah, Koiro]
2. Hasad umumnya terjadi pada suatu hal yang memiliki kesamaan tujuan dan orientasi
misalnya tukang batu akan hasad sesama
tukang batu dan direktur akan hasad dengan sesama direktur. Sangat kecil
kemungkinan tukang batu hasad dengan direktur. Dan sesama penuntut ilmu
agama juga memiliki tujuan dan orientasi yang sama.
Sebagaimana pejelasan Ibnu Taimiyyah rahimahullah ketika menjelaskan terjadi persaingan tidak sehat antara istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa salla. Beliau berkata,
وحسد
النساء بعضهن لبعض كثير غالب لا سيما المتزوجات بزوج واحد فإن المرأة تغار
على زوجها لحظها منه فإنه بسبب المشاركة يفوت بعض حظها وهكذا الحسد يقع
كثيرا بين المتشاركين في رئاسة أو مال
“hasad umumnya lebih sering terjadi
antar sesama wanita, lebih-lebih mereka yang memiliki satu suami yang
sama. Maka wanita tersebut akan cemburu karena jatahnya [berkurang].
Oleh karena kesamaan tersebut akan menghilangkan sebagian jatahnya. Demikianlah hasad sering terjadi diantara orang yang memiliki kesamaan dalam kedudukan dan harta.” [Amroodul Qulub wa Syifaa’uha hal 21, Mathba’ah Salafiyah, Koiro, cet. Ke-2, 1399 H, Asy-Syamilah]
3. Setan lebih menyerang akhlak penuntut ilmu agama
Tukang batu dan direktur, mereka ada
kemungkinan digoda atau dijerumuskan oleh setan dalam dosa-dosa lainnya
jika tidak memiliki penjagaan ilmu agama. Mereka bisa dijerumuskan untuk
melakukan ksyiirikan, bid’ah dan maksiat yang lain. sedangkan bagi
penuntut ilmu yang notabenenya insyaAlloh sudah mempelajari ilmu tauhid dan aqidah, mengetahui sunnah, mengetahui berbagai macam maksiat, kecil kemungkinan setan mengoda dengan cara mengajaknya untuk berbuat syirik, melakukan bid’ah, melakukan maksiat akan tetapi syaitan berusaha merusak Akhlaknya. Setan berusaha menanamkan rasa dengki sesama, hasad, sombong, angkuh dan berbagai akhlak jelak lainnya.
Setan menempuh segala cara untuk menyesatkan manusia, tokoh utama setan yaitu Iblis berikrar untuk hal tersebut setelah Alloh azza wa jalla menghukumnya dan mengeluarkannya dari surga, maka iblis menjawab:
قَالَ
فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَْ
ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ
أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Karena Engkau telah menghukumku
tersesat, aku benar-benar akan(menghalang-halangi mereka dari jalan
Engkau yang lurus, kemudian aku akan datangi mereka dari muka dan dari
belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan
mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (Al-A’raf: 16-17)
Pengertian hasad yang lebih rinci
Beberapa orang menyamakan dengan dengki dan iri. Hasad adalah tidak suka orang lain mendapatkan nikmat atau kebaikan baik disertai keinginan hilangnya nikmat tersebut dari orang yang dihasadkan atau tidak.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Taimiyyah rahimahullah,
أن الحسد هو البغض والكراهة لما يراه من حسن حال المحسود
“Hasad adalah benci dan tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang ia lihat.” [Amroodul Qulub wa Syifaa’uha hal 14, Mathba’ah Salafiyah, Koiro, cet. Ke-2, 1399 H, Asy-Syamilah]
Hasad adalah salah satu ujian berat bagi penuntut ilmu
Hasad adalah salah satu ujian yang cukup
berat bagi penuntut ilmu agama. Jika kita merenungkan, maka kita
menemukan bahwa salah satu yang menyebabkan terjadinya perpecahan umat
islam adalah hasad. Bahkan perpecahan antar ahlus sunnah salah satu
penyebab utamanya adalah hasad. Padahal rujukannya sama-sama Al-Quran
dan As-Sunnah berdasarkan pemahaman sahabat, ulama tempat mengambil ilmu
juga sama.
jika ulama yang berbeda pendapat
mengenai sesuatu, maka antar ulama tidak saling mencela dan saling
menjatuhkan, mereka tetap saling menghormati hak-hak sesama muslim.
Tetapi yang kita sedihkan adalah, mereka yang para penuntut ilmu yang
menjadikan ulama-ulama tersebut sebagai rujukan malah saling saling
mencela dan saling menjatuhkan karena perbedaan pendapat. Dan setelah
direnungkan maka kita mendapati penyakit hasad di balik itu semua.
Karena hasad dengan kesuksesan seorang ustadz maka ia berusaha
menjatuhkannya.
Jika kita lihat, hasad juga terjadi
antara selain penuntut ilmu agama. Contoh yang kami saksikan sendiri,
bagaimana sesama dokter ada beberapa yang saling hasad dan dengki.
Saling menjatuhkan dan tidak setuju tentang suatu teori, terutama pusat
pendidikan kedokteran A dan B misalnya. Tetapi perbedaan dan
pertentangan mereka tidak teralalu menimbulkan dampak yang cukup
meresahkan bagi para dokter dan masyarakat.
Akan tetapi dampak hasad antara penuntut
ilmu agama dampaknya bisa sangat dasyhat. Bisa menimbulkan perpecahan
dan keresahan di masyarakat. Menimbulkan saling dengki dan benci sesama
kaum muslimin. Sehingga hasad yang satu ini perlu kita waspadai
bersama dan saling menasehati. Selalu memeriksa diri kita agar hasad
tidak mengendalikan diri kita. Selalu sadar inilah salah satu senjata
utama setan menjerumuskan penuntut ilmu agama dan memecah belah kaum
muslimin. Sehigga yang menjadi korban adalah orang awam dan masyarakat biasa.
Beberapa contoh hasad antar penuntut ilmu
1. hasad dengan ustadz yang lebih banyak murid dan yang menghadiri majelisnya
Apalagi jika ustadz tersebut adalah
ustadz baru atau baru datang ke tempat tersebut. Kemudian karena ilmunya
dan cara penyampaiannya yang disenangi banyak orang maka ia dalam waktu
sinngkat, banyak yang mengambil ilmu darinya dan banyak yang menghadiri
majelisnya. Atau pondok pesantren yang didirikannya berkembang sangat
pesat.
Kemudian ustadz yang lama atau ustadz yang lain merasa sesak dadanya. Merasa tersaingi karena jamaahnya berkurang. Kemudian
ustadz yang lama berusaha mencari-cari kesalahan ustadz yang baru dan
menyebarkannya. Dan jika dicari-cari tentu setiap manusia pasti punya
kesalahan. Bahkan mencari kesalahan dalam masalah ikhtilaf ijtihadiyah.
Kemudian dijadikan seolah-olah perbedaan ini menjadi perbedaan manhaj
yang sangat penting, dan bisa mengeluarkan seseorang dari ahlus sunnah.
Beberapa contoh masalah ikhtilaf ijtihadiyah yang kami dapatkan dan pernah kami alami:
-Tidak boleh menggunakan celana panjang
saja ketika shalat, harus memakai sarung juga. Hal ini untuk melindungi
bentuk [maaf] aurat bokong ketika bersujud. Padahal ada juga yang
berpendapat hal ini tidak mengapa, karena tolak ukurnya ketika kita
dalam keadaan biasa berdiri. Kami pernah mendapati bahwa ada seseorang
yang berkata, jika pergi ke tempat kajian ini harus pakai sarung dan
malu atau nanti ditegur jika tidak pakai sarung, atau ini menandakan
bahwa ia bukan dari ahlus sunnah yang mereka anggap benar.
-Mendirikan yayasan dan organisasi kemudian mengajukan permohonan proposal dana
Ada yang berpendapat haram mendirikan
yayasan. Tetapi ada juga yang memperbolehkan, karena yayasan hanya
sekedar wasilah/sarana. Yang tidak boleh adalah menjadikan yayasan
sebagai patokan wala’ dan bara’. Begitu juga permohonan propsal
dana, ada yang mengharamkan karena hukumnya meminta-minta yang tercela.
Tetapi ada juga yag membolehkan karena dana tersebut demi kepentingan
kaum muslimin.
Sehingga keluarlah seruan bahwa pondok A
dan ma’had B itu didirikan oleh yayasan ini dan hasil meminta-minta.
Sehingga termasuk pondok dan ma’had yang tidak direkomendasikan. Hal
Ini, wallahu ‘alam bisa jadi muncul dari awal petaka hasad.
Hasad dengan perkembangan pondok atau ma’had yang cepat berkembang dan
banyak santrinya karena ada dukungan dana.
2. Hasad dengan ustadz yang mendapat gelar agama.
Ustadz akan mendapat gelar agama karena
bersekolah badan resmi seperti Universitas Madinah, LIPIA dan sekolah
agama resmi lainnya. Mereka mendapat gelar seperti Lc, Doktor, MA, S.Ag
dan lain-lain. Tentu mereka biasanya lebih mudah diterima di masyarakat,
karena masyarakat kita sekarang menilai kepintaran seseorang dari
gelarnya.
Tetapi ada beberapa ustadz [ini sangat sedikit] yang tidak memliki gelar, menyebarkan
pernyataan bahwa cara menuntut ilmu di universitas Madinah dan sekolah
agama yaitu sistem kelas dan perkuliahan tidak sesuai dengan cara ulama
kita dahulu menuntut ilmu. Karena membatasi ilmu, hanya orang tertentu
saja yaitu siswa yang terdaftar saja yang bisa menuntut ilmu. Dan terkadang belum mumpuni sudah naik kelas dengan sekedar ujian tulis. Dan dalam sekolah tersebut ada pengajar atau dosennya yang tidak jelas manhaj dan agamanya.
Sehingga pernyataannya berlanjut bahwa
ustadz dengan gelar-delar agama diragukan kapasitas ilmunya. Inilah
akibat hasad, padahal ustadz yang sekolah di Universitas Madinah atau
sekolah agama lainnya tidak semata-mata menuntut ilmu agama di sekolah
itu saja. Sore hari atau malamnya mereka selalu menghadiri majelis para
syaikh yang mumpuni dan benar manhajnya. Bahkan ada yang menjadikan
sumber utama ilmu agama mereka adalah mulazamah dengan para syaikh di sana, sedangkan sekolah di sana hanya sebagai sarana dan tambahan ilmu.
3. Hasad dengan mereka yang karya tulisnya banyak
Tatkala ada seseorang penuntut ilmu
yang punya banyak tulisan, buku dan artikel yang banyak. Kemudian
disebar di berbagai jaringan sosial. Maka bisa jadi ada yang hasad. Maka
ia mencari-cari kesalahan tulisannya. Kemudian mengomentari
tulisan tersebut, membantah dan menunjukkan bahwa ia lebih berilmu
apalagi cara mengoreksinya dengan bahasa yang kurang baik. Yang kurang
tepat, ia lakukan di kolom komentar yang dibaca oleh semua orang.
maka jika ingin menasehati sebaiknya secara sembunyi-sembunyi, bisa
melalui email, inbox atau surat dan lain-lain agar ia memperbaiki
tulisannya dan mengoreksi bukunya. Adapun jika mengoreksinya dengan
mengajukan pendapat yang lain berupa diskusi ilmiyah yang bermanfaat dan
saling menghendaki kebaikan dan saling menasehati maka ini tidak
mengapa.
4. Mencari-cari kesalahan bacaan imam
Kami mendapat pengakuan dari seorang sahabat bahwa ia terkadang terjurumus dalam hasad. Ia adalah salah satu imam masjid, kemudian
jika ada orang lain yang menjadi imam, maka ia sangat memperhatikan
bacaan imam. Tetapi tujuannya adalah berharap ada kesalahan bacaan imam,
kemudian ia memperbaikinya ketika menjadi makmum. Sehingga orang-orang
beranggapan bahwa hapalannya lebih banyak dan lebih tepat dari imam saat
itu.
Begitu juga terkadang memaksakan
memperbaiki bacaan imam, padahal ia tidak berada dibelakang imam dan
berada di ujung shaf ke-5. Kemudian ia teriak memperbaiki bacaan imam.
Padahal sudah ada yang memperbaikinya yaitu yang berhak memperbaiki
adalah makmum dibelakang tepat dibelakang imam. Dan terlalu banyak yang
memperbaki bacaan imam akan membuat imam bingung.
5. Mencari-cari fatwa tentang kesalahan saudaranya
Tatkala beberapa orang ustadz cukup
berhasil dalam dakwahnya dengan sekedar wasilah yayasan/organisasi yang
didirikannya, atau berhasil dengan ma’hadnya atau berhasil dengan radio
dan TV lokalnya. Maka terkadang hasad mendorong beberapa orang untuk
menjatuhkannya. Caranya dengan meminta fatwa syaikh yang cukup
terpandang dan diakui. Akan tetapi pertanyaan dan pernyataan yang
diajukan kepada syaikh tersebut tidak sesuai dengan kenyataan. Informasi
yang sampai kepada syaikh tersebut adalah berita yang jelek-jelek dan
melanggar kaidah beragama secara umum. Atau informasi terhadap kesalahan
yang memang manusia tidak pernah luput dari kesalahan tersebut,
kemudian sudah diperbaiki. Maka tentu saja fatwa yang keluar dari syaikh
tersebut juga anjuran untuk meninggalkannya dan memboikotnya.
Sehingga inilah fatwa yang
ditunggu-tunggu, akhirnya disebar-luaskanlah fatwa syaikh bahwa Yayasan A
sesat dan menyesatkan, Ma’had B keluar dari ahlus sunnah dan Radio C
perlu diboikot dan ustadz-ustadz yang berhubungan dengannya tidak
direkomendasikan bahkan perlu diboikot juga.
Akan tetapi jika fatwa tersebut tidak
sesuai dengan apa yang ia harapkan, dan syaikh yang ditanya sebeleumnya
sudah tahu sepak terjang kebaikan hal yang ditanya, maka fatwa tersebut
disembunyikan dan tidak disebarkan.
Dan masih banyak contoh yang lainnya.
Cara menghilangkan hasad sesama penuntut ilmu
Hasad sesama penuntut ilmu memang pasti
pernah singgah di hati kita. Terkadang sangat sulit kita hilangkan. Maka
jalan keluarnya adalah perasaan itu tetap harus dilawan dan dipaksakan
agar lepas dari jasad kita. Dan suatu hal awalnya memang harus dipaksakan dan menghiasinya dengan kesabaran.
Kemudian kita perhatikan beberapa hal berikut:
1. Jumlah manusia yang peduli terhadap agama sedikit, maka janganlah kita saling hasad dan memecah belah
Kita bisa lihat dari sekian banyak
manusia. Berapa banyak yang mau peduli dengan agama Allah, berapa banyak
yang mau mendakwahkan agama Allah dan berapa banyak yang mendukung
agama Allah. Maka jumlahnya sedikit. Perhatikan jumlah laki-laki yang
shalat berjamaah di masjid suatu kampung atau tempat. Maka kita dapati
jumlahnya sangat sedikit.
Kemudian di antara sekian orang yang
peduli dengan agama. Tidak semuanya berada dalam manhaj beragama yang
benar. Manhaj Ahlus sunnah wa jamaah berpegang teguh dengan Al-Quran dan
Sunnah berdasarkan pemahaman sahabat. Tentu jumlahnya menjadi lebih
sedikit lagi dan mengerucut. Sehingga janganlah kita saling hasad,
saling menjatuhkan dan saling membenci. Sudah jumlah yang sedikit
kemudian harus berpecah belah dan menjadi lebih sedikit lagi.
Apalagi secara umum kita dilarang untuk saling hasad sesama kaum muslimin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا
تحاسدوا ولا تَناجَشُوا ولا تباغضوا ولا تدابروا ولا يَبِعْ بَعْضُكُمْ
عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ,وكونوا عباد الله إخواناً. اَلْمُسْلِمُ أَخُو
المسلمِ: لا يَظْلِمُهُ ولا يَخْذُلُهُ ولا يَكْذِبُهُ ولا يَحْقِرُهُ
“Jangan kalian saling hasad,
jangan saling melakukan najasy, jangan kalian saling membenci, jangan
kalian saling membelakangi, jangan sebagian kalian membeli barang yang
telah dibeli orang lain, dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara.
Seorang muslim adalah saudara muslim bagi lainnya, karenanya jangan dia
menzhaliminya, jangan menghinanya, jangan berdusta kepadanya, dan
jangan merendahkannya.(HR. Muslim no. 2564)
2. Saling memberi hadiah
Jika muncul hasad pada diri kita kepada
seseorang dan kita sangat susah menghilangkannya. Maka hati tersebut
harus dipaksakan. Cobalah kita meberikan hadiah kepadanya. Bisa berupa
buku bermanfaat, hadiah untuknya yang baru menikah atau baru mendapat
karunia anak. Karena dengan saling memberi hadiah maka kita akan saling
mencintai. Kemudian mereka yang kita beri hadiah suatu saat pasti
berniat membalah pemberian hadiah tersebut.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَهَادُوْا تَحَابُّوْا
“Saling memberi hadiahlah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” [HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 594, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil no. 1601]
3. Memberikan pengakuan dan pujian yang sepantasnya kepada yang kita hasadkan
Bisa berupa pujian yang layak dan
sepantasnya untuk diberikan dan dipublikasikan. Dengan melakukan ini
maka semoga hasad tersebut bisa hilang. Wujudnya bisa dengan
menceritakan kebaikan ustadz Fulan dalam majelisnya, atau memberikan
rekomendasi terhadap buku dan tulisannya. Atau memberikan ucapan
kebaikan dalam tulisan dan artikelnya di internet atau jejaring sosial.
4. mengingat kembali bahaya hasad
Bahayanya sangat banyak dan hanya merugikan diri sendiri. Diantaranya secara ringkas:
-Tidak menyukai apa yang Allah takdirkan.
-Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu bakar yang kering.
-Kesengsaraan yang ada di dalam hati
orang yang hasad. Setiap kali dia saksikan tambahan nikmat yang
didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa sesak dan bersusah hati.
-Seberapa pun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya untuk menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan.
-Hasad bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Nabi bersabda, “Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).
-Hasad adalah penyebab meninggalkan
berdoa meminta karunia Allah. Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat
yang ada pada orang lain sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia
Allah
-Hasad penyebab sikap meremehkan nikmat yang ada
-hasadnya Iblis kepada Adam yang menyebabkan Iblis dilaknat.
[lihat kitabul ilmi syaikh AL-Utsaimin hal. 54-56, Darul Itqon Al-Iskandariyah]
5. Keutamaan yang tinggi bagi orang yang berusaha tidak hasad
Kita bisa lihat contohnya dalam hadist,
bahwa ada sahabat yang biasa-biasa saja amalan dan ibadahnya. Tetapi
dipersaksikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
ia adalah penghuni surga kelak. ternyata kebaikan yang sahabat tersebut
lakukan adalah selalu memeriksa dirinya agar tidak hasad sesama kaum
muslimin. Sahabat tersebut berkata,
‘Sebenarnyalah aku memang tidak
melakukan apa-apa selain yang engkau lihat. Hanya saja, selama ini aku
tidak pernah merasa dongkol dan dendam kepada seorang pun dari kaum
muslimin, serta tidak pernah menyimpan rasa hasad terhadap seorang pun terhadap kebaikan yang telah Allah berikan kepadanya.’
Maka Abdullah berkata, ‘Inilah amalan yang membuatmu sampai pada derajat tinggi, dan inilah yang tidak mampu kami lakukan.’” [bisa dilihat dihadist yang panjang
diriwayatkan oleh Ahmad 3/166, al-Mundzri dalam at—Targhib wat-Tarhib
3/499. Sebagian ulama menilai bahwa kisah ini lemah. Sebagaimana dalam
Takhrij Ihya, al-Iroqi 3/1969, Dhoif at-Targhib : 1728 oleh al-Albani
Qoshosh La Tsabut, Masyhur Hasan 8/72.]
Hadist hasad terhadap orang yang diberikan llmu
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَحَسَدَ
إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسَلَّطَهُ عّلّى
هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِى
بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak ada hasad kecuali kepada dua orang,yang pertama; kepada seseorang yang telah diberi harta kekayaan oleh Allah dan ia habiskan dijalan yang benar, yang kedua; kepada seseorang yang telah diberi hikmah (ilmu) oleh Allah dan ia memutuskan perkara dengannya serta mengajarkannya.” [HR. Bukhâri no. 6886, Muslim no. 1933]
Maka bukan berarti boleh hasad terhadap penuntut ilmu, ini adalah hasad yang diperbolehkan dan dikenal dengan istilah ghibthah. Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,
فهو
الغبطة وهو أن يتمنى مثل النعمة التي على غيره من غير زوالها عن صاحبها
فإن كانت من أمور الدنيا كانت مباحة وإن كانت طاعة فهي مستحبة والمراد
بالحديث لا غبطة محبوبة إلا في هاتين الخصلتين وما في معناهم
“Ghibthah adalah ingin mendapat
kenikmatan sebagaimana yang diperoleh oleh orang lain dengan tanpa
mengharapkan nikmat tersebut musnah darinya. Jika perkara yang
di ghibthah tersebut adalah perkara dunia, maka hukumnya adalah mubah.
Jika perkara tersebut termasuk perkara akhirat, maka hukumnya adalah
mustahab/sunnah, dan makna hadits di atas adalah tidak ada ghibthah yang dicintai kecuali pada dua perkara tersebut dan yang semakna dengannya” [Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim Ibnul Hajjâj 6/97, Dar Ihya’ Turâts, Beirut, Cet.ke-2, Asy-Syamilah].
Sebaiknya kita mengganti hasad dengan ghibthah
Penutup
Mari kita berusaha melawan hasad sesama
muslim terlebih terhadap sesama ahlus sunnah wal jamaah. Alangkah
indahnya perkataan Ibnu Sirin rahimahullah,
ما
حسدت أحدا على شيء من أمر الدنيا لأنه إن كان من أهل الجنة فكيف أحسده على
الدنيا وهي حفيرة في الجنة وإن كان من أهل النار فكيف أحسده على أمر
الدنيا وهو يصير إلى النار
“Aku tidak pernah hasad kepada
seorang pun dalam masalah dunia, karena jika dia termasuk ahli surga,
maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam masalah dunia, padahal dia akan
masuk surga? Dan jika dia termasuk ahli neraka, maka bagaimana aku
hasad kepadanya dalam hal dunia, sedangkan dia akan masuk neraka?.” [Ihya’ ulumiddin 3/189, Darul ma’rifah, Beirut, Asy-Syamilah]
Dan selalu berdoa mengkhendaki kebaikan sesama kaum muslimin dan dihindarkan dari sifat hasad dan dengki,
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا
تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ
رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” [Al-Hasyr: 10]
wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam
Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
12 Dzulhijjah 1432 H, Bertepatan 8 oktober 2011
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel http://muslimafiyah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar